Caffeine: Ngeband Sambil Jualan Keripik

Masih ingat Caffeine? Grup band asal Bandung ini pernah mendulang sukses di awal tahun 2000. Tahun ini mereka tak hanya kembali menyuguhkan album baru, tapi juga memulai bisnis baru: jualan keripik singkong.

Tidak sedikit penyanyi maupun grup band yang pernah hits di masanya, pelan-pelan terlupakan. Seiring pergantian era dan tren, penyanyi-penyanyi hebat tergantikan wajah-wajah baru. Caffeine, grup asal Kota Kembang yang digawangi Rudy (vokal), Beni (gitar), Danny (gitar), Daniel (kibor), Yudie (drum), dan Gagan (bas) ini pernah mendulang sukses platinum tahun 2001 silam lewat “Aku Takkan Memiliki (ATM)” dan satu yang tak terlupakan, melodi cinta “Hidupku Kan Damaikan Hatimu”. Bagaimana kabar Caffeine saat ini?

Awal tahun ini mereka bukan sekadar menyuguhkan album kelimanya Audiography. Saat bertandang ke Bintang, Rudy dan kawan-kawan tidak lagi menenteng alat musik, tapi keripik. Yap, cowok-cowok ini sekarang menyambi berjualan keripik. Ini bukan sekadar mengisi waktu luang, lho. It's bussines! Namanya keripik Caffeine. “Orang bertanya, ini Caffeine yang grup band itu? Kok dagang makanan? Nah, di balik dagang makanan itu ada apa. Ini bisa dibilang seperti gimmick, strategi. Sekarang ini kan enggak bisa ngeband hanya ngeband saja. Harus ada sesuatu,” ungkap Beni berkelit.

Bagaimana awalnya bisa tercetus memproduksi keripik? Sesungguhnya keripik ini dipersembahkan sebagai ucapan terima kasih Caffeine kepada fans-nya -- caffemate. Sejak album Trilogy of Caffeine dikeluarkan tahun 2009, belum ada lagi produk baru Caffeine yang terdengar. “Untuk mengikat fans, sambil menunggu album yang baru ini (Audiography) kami mau memberikan suatu bentuk terima kasih. Kami lihat di Bandung lagi tren keripik, akhirnya kami sepakat memberikan keripik. Enggak diduga responsnya baik. Mereka bilang begini, ‘Mas, sekalian saja keripiknya kita jualin.’ Wah, boleh juga idenya. Pertama bikin 20 bungkus, saya sendiri yang mengemas keripiknya sambil santai menonton televisi, hahaha,” cerita sang vokalis, Rudy.

Ternyata habis terjual! Pesanan masuk lagi, kali ini 50 bungkus. “Lama-lama naik terus jumlah pesanannya. Sampai 100 bungkus. Kami mulai 14 Januari lalu, dan sampai saat ini sudah 2.000 bungkus terjual,” bilang Rudy bangga. Melihat animo yang baik, Caffeine sepakat terjun ke bisnis keripik ini secara serius. “Baru kami, kan anak band yang bikin keripik,” cetus Rudy.

Ada lima varian keripik Caffeine: keripik singkong, solondok, basreng (bakso goreng-red), gurilem, dan aduhai (kerupuk jengkol). Varian-varian ini, uniknya, memiliki tingkat kepedasan berbeda. Keripik Caffeine menggunakan kata volume untuk tingkat kepedasannya. Ada volume 3, 5, dan 10 yang dibungkus dalam kemasan minimalis. Karena ini keripiknya grup band, maka di belakang kemasan, enggak ketinggalan dicantumkan RBT lagu mereka dari album Audiography. “Tiap variannya ada dua lagu. Jadi kalau mau lengkap 10 lagu, kudu beli kelima variannya, hahaha,” canda Rudy.

Modal berjualan keripik pun menurut mereka tidak mahal. “Modalnya kecil. Diambil dari sisa uang kas Caffeine. Selama perjalanan menyanyi kan uang dikumpulkan tuh. Ada kas tetap anak-anak (Caffeine) yang enggak diganggu gugat. Dari situ kami bikin keripik. Kami ambil dari pabrik, kebetulan di sana ada saudara dan teman. Lalu kami yang mengurus packaging sendiri sampai distribusinya,” jelas Beni.

Per kemasannya dihargai 8 ribu rupiah. Untuk agen-agen dijual 6 ribu. “Sekarang ini sudah lumayan, balik modal, alhamdulilah. Malah sekarang sudah bisa bikin promosi untuk agen-agen. Bagi agen yang bisa menjual 2000 bungkus per 3 bulan, dapat hadiah jalan-jalan ke Singapura,” ungkap Daniel. Untuk membantu penjualan, saat manggung off air, Caffeine tak segan membawa keripik-keripik ini ke lokasi. “Di sana biasanya kami buka booth. Jual keripik, merchandise Caffeine semua di situ,” jelas Beni.


0 komentar:

Post a Comment